Self reward atau memberi penghargaan pada diri sendiri menjadi tren di kalangan generasi muda. Setelah bekerja keras, wajar rasanya membeli barang idaman, makan di restoran mewah, atau liburan singkat. Aktivitas ini bisa meningkatkan motivasi dan kesehatan mental.
Namun, self reward sering kali berubah menjadi self sabotage jika dilakukan tanpa perencanaan keuangan. Banyak orang terjebak belanja impulsif karena promo, tren media sosial, atau sekadar FOMO. Akibatnya, uang habis sebelum akhir bulan, bahkan sebagian menggunakan cicilan atau pay later.
Self reward dan self sabotage sekilas terlihat mirip, karena keduanya sama-sama melibatkan pengeluaran untuk diri sendiri. Bedanya, self reward dilakukan dengan penuh kesadaran, terencana, dan sesuai kemampuan finansial misalnya menyisihkan sebagian kecil penghasilan untuk membeli barang impian setelah mencapai target kerja.
Sementara itu, self sabotage justru muncul ketika pengeluaran dilakukan impulsif, tanpa perhitungan, bahkan sampai mengorbankan kebutuhan utama atau menimbulkan utang. Singkatnya, self reward membuat hidup lebih seimbang, sedangkan self sabotage berisiko merusak stabilitas keuangan.
Mengapresiasi diri lewat self reward boleh saja, asal tetap ada batas yang sehat. Ingat, uang bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan. Yuk, mulai atur anggaran sederhana, sisihkan porsi kecil untuk self reward, dan pastikan kebutuhan utama tetap aman. Dengan begitu, kamu bisa tetap bahagia tanpa harus mengorbankan tabungan prioritas.
Memperluas jaringan cabang ke semua pusat kota Indonesia
read moreMempererat hubungan baik dengan perushaan supplier alat produktif, salah satunya...
read moreMelaksanakan kegiatan peduli sesama melalui program CSR "Coorporate Social Resp...
read more