Hidup di era cashless membuat segalanya terasa lebih mudah. Dengan satu sentuhan layar, kita bisa membeli makanan, pakaian, bahkan barang-barang yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Sayangnya, kemudahan ini juga sering menjadi pintu masuk perilaku impulsif, di mana belanja dilakukan bukan karena kebutuhan, melainkan sekadar mengikuti keinginan sesaat.
Bayangkan ketika ada notifikasi “diskon terbatas” atau “gratis ongkir spesial hari ini”, kita langsung tergoda untuk menekan tombol checkout. Padahal, kalau dipikir ulang, barang tersebut mungkin tidak benar-benar penting. Inilah jebakan utama dari gaya hidup cashless: praktis, cepat, tapi bisa membuat uang mengalir tanpa terasa.
Agar tidak terjebak, kuncinya adalah kesadaran diri. Cobalah untuk membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Belanja cashless bukan berarti salah, justru bisa sangat membantu jika digunakan dengan bijak. Banyak dompet digital kini menyediakan fitur laporan transaksi yang bisa membantu kita memantau pengeluaran. Memanfaatkan fitur ini dapat memberi gambaran seberapa besar uang yang keluar dan ke mana saja arahnya.
Selain itu, disiplin dalam mengatur batas belanja sangat penting. Menentukan anggaran khusus untuk transaksi digital bisa menjadi cara efektif menjaga arus kas tetap sehat. Dengan begitu, kita masih bisa menikmati kenyamanan cashless tanpa harus khawatir keuangan berantakan. Pada akhirnya, hidup cashless seharusnya menjadi sarana untuk mempermudah, bukan memperumit keadaan finansial kita.
Memperluas jaringan cabang ke semua pusat kota Indonesia
read moreMempererat hubungan baik dengan perushaan supplier alat produktif, salah satunya...
read moreMelaksanakan kegiatan peduli sesama melalui program CSR "Coorporate Social Resp...
read more