Banyak dari kita sudah membaca tips menabung, membuat anggaran, dan memahami pentingnya investasi. Namun, ketika akhir bulan tiba, saldo tabungan tak kunjung bertambah bahkan bisa habis oleh sekadar “sedikit tapi sering”. Apa yang terjadi?.
Behavioral finance menjelaskan bahwa manusia tak selalu bertindak secara rasional dalam mengelola uang. Sebaliknya, kita mudah dipengaruhi oleh impuls, lingkungan, pola pikir, dan kebiasaan lama. Misalnya, ketika ada promo diskon besar atau fitur “buy now, pay later”, kita bisa tergoda membeli barang yang tidak kita butuhkan. Padahal, secara logika, kita sudah tahu bahwa sebaiknya menabung atau mengalokasikan dana untuk kebutuhan jangka panjang.
Loss Aversion
Salah satu bias yang sering muncul dimana kerugian dirasakan lebih berat daripada kepuasan memilih alternatif yang lebih baik. Dalam konteks keuangan pribadi, hal ini bisa diterjemahkan ke dalam bentuk: kita enggan menunda kepuasan sekarang (misalnya membeli barang impian) karena takut “ketinggalan”, padahal kita tahu menabung adalah langkah yang lebih bijak
Present Bias
yaitu kecenderungan memberi bobot lebih besar pada kesenangan atau kebutuhan saat ini dibandingkan manfaat jangka panjang.
Ketika teman-teman atau sosial media memamerkan gaya hidup yang “keren”, kita bisa merasa harus ikut karena takut dianggap ketinggalan. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa menghentikan kebiasaan boros tersebut dan benar-benar menabung secara konsisten? Berikut beberapa langkah berbasis pemahaman behavioral finance:
Pertama, buat “jarak” antara keinginan dan aksi. Misalnya, tunda pembelian impulsif selama 24 jam. Ini akan memberikan waktu untuk berpikir ulang dan mengevaluasi apakah barang tersebut benar dibutuhkan atau sekadar keinginan sesaat.
Kedua, manfaatkan teknologi untuk “membantu” kebiasaan baik: aktifkan fitur auto-transfer ke tabungan atau investasi tiap kali gaji masuk, sehingga menabung menjadi otomatis.
Ketiga, kenali lingkungan keuanganmu: kurangi eksposur terhadap iklan atau konten yang memicu keinginan konsumtif, dan alihkan perhatian ke komunitas atau konten yang mendukung kebiasaan finansial sehat.
Keempat, buat komitmen tertulis dan visual: misalnya tulis tujuan keuangan jangka panjang (liburan, rumah, pensiun) dan letakkan gambar-tujuan tersebut sebagai pengingat agar setiap pengeluaran dievaluasi ulang dalam konteks tujuan tersebut.
Dengan pendekatan behavioral finance, kita bisa mulai melihat bahwa boros bukan hanya karena “tidak tahu”, tapi karena kebiasaan, psikologi, serta lingkungan kita yang mendorongnya.
Memperluas jaringan cabang ke semua pusat kota Indonesia
read moreMempererat hubungan baik dengan perushaan supplier alat produktif, salah satunya...
read moreMelaksanakan kegiatan peduli sesama melalui program CSR "Coorporate Social Resp...
read more